BAGIAN KEENAM: LITERATUR-LITERATUR KITAB NASAB ABAD KE3-13 HIJRIYAH BUKTI BATALNYA NASAB BA’ALWI
BAGIAN KEENAM:
LITERATUR-LITERATUR KITAB NASAB ABAD KE3-13 HIJRIYAH BUKTI BATALNYA NASAB BA’ALWI
KATA PENGANTAR
Buku yang ada di tangan pembaca
ini adalah buku tentang ulasan kitab-kitab nasab yang penulis jadikan rujukan
dalam penelitian nasab Ba‘alwi. dengan melihat kronik kitab-kitab nasab dari
mulai abad ke-3 Hijriyah sampai ke-13 Hijriyah, kita mengambil kesimpulan bahwa
ternyata nasab Ba‘alwi yang hari ini popular itu, gelap gulita dari tulisan
para ahli nasab. Dari 18 kitab nasab yang berjejer mulai abad ke-3-13 Hijriyah,
hanya dua kitab yang menulis nasab Ba‘alwi, itu pun baru dimulai di abad 10
hijriah, dengan pengakuan pengarangnya bahwa nasab Ba‘alwi dimasukan ke dalam
kitabnya tanpa referensi kitab nasab sebelumnya.
Dari penelitian kitab-kitab nasab tersebut terbukti, bahwa nasab Ba‘alwi adalah nasab cangkokan yang tiba-tiba muncul sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW setelah 651 tahun dari wafatnya Ahmad bin Isa.
Menurut para ahli nasab, untuk
menetapkan suatu nasab, referensi yang bisa diambil haruslah kitab-kitab yang
ditulis untuk tujuan peng-itsbat-an
nasab, yaitu kitab-kitab nasab. sedangkan informasi yang berasal dari kitab
selain kitab nasab seperti kitab sejarah, kitab tasawuf dan sebagainya tidak
bisa dijadikan tools (alat)
pengitsbatan nasab. Walau demikian, pada buku selanjutnya, insya Allah, penulis
akan membuat kronik bagaimana munculnya nama keluarga Ba‘alwi dalam kitab-kitab
sejarah; bagaimana keluarga
Ba‘alwi mengokulasi dirinya dalam keluarga Ahmad bin Isa
dalam berbagai kitab-kitab mulai abad ke-9 Hijriyah yang penuh
ketidakkonsistenan dan kontrdaiksi antara satu dengan lainnya.
Semoga buku ini bermanfaat untuk kita semua.
Kresek Banten, 23 September 2024
Imaduddin Utsman Al-Bantani
DAFTAR LITERATUR
(1) Kitab
Nasabu Quraisy
Nama kitab ini bernama Kitabu Nasabi Quraisy karya Mush‘ab bin
Abdullah al-Zubairi (w. 236 H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq (edit) oleh sejarawan Perancis Évariste Lévi-Provençal ( إفارٌ ٌست
نٍ فًتزََفىسال) [w.1959 M]; diterbitkan oleh Penerbit ―Daar al-Ma‘arif‖ tanpa
tahun.
Dalam kitab ini keturunan Al-Husain dari jalur Ali al-Uraidli
bin
Ja‘far al-Shadiq belum disebutkan. Keturunan Al-Husain dari
Muhammad al-Baqir bin Ali al-Sajjad yang disebutkan hanya sampai Ja‘far.
Keturunan Husain dari Zaid bin Ali al-Sajjad yang disebutkan hanya sampai Ahmad
bin Isa bin Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Adapun apa yang disebut oleh
kitab palsu Al-Raudl al-Jaliy yang
dinisbahkan kepada Murtadla al-Zabidi bahwa Mush‘ab bin Abdullah al-Zubairi
menyebut Ahmad bin Isa al-Naqib mempunyai anak dua: Abdullah dan Muhammad (Al-Raud al-ـaliy, Daar al-Fath, 1444 H. h. 120), adalah kutipan palsu tidak ada
dalam Kitab Nasab Quraisy.
(2) Kitab
Sirri Silsilat al-Alawiyyah
Kitab ini berjudul lengkap: Sirri Silsilat al-Alawiyyah Fi Ansab
Sadat
al-„Alawiyyah karya Syekh Abu Nashr Sahl bin Abdullah alBukhari (w.341 H.).
Versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh
Muhammad
Shadiq Bahrul Ulum; diterbitkan oleh Penerbit
―Al-Haidariyah‖, Najaf tahun 1962 M.
Dalam kitab ini disebutkan bahwa
Muhammad bin Ali al-Uraidi bin ja‘far al-Shadiq mempunyai anak bernama Isa
al-Aratt (h. 49). Dalam kitab ini nama Ahmad bin Isa belum muncul. Nama anak
Isa yang disebut hanya satu orang yaitu Al-Husain. Namun Al-Bukhari tidak
membatasi anak Isa al-Aratt hanya Al-Husain. Maka kemungkinan ada anak lain
yang belum disebut terbuka.
Dalam kitab palsu Al-Raudl al-Jaliy yang dinisbahkan
kepada Murtadla al-Zabidi disebutkan bahwa Syekh Abu Nashr al-Bukhari menyebut
Ahmad bin Isa al-Naqib mempunyai anak dua: Muhammad dan Abdullah (Al-Raud al-ـaliy, Daar al-Fath, 1444 H. h. 120), adalah kutipan palsu tidak ada
dalam kitab Sirri Silsilat al-Alawiyyah.
(3) Tahdzib
al-Ansab
Kitab ini berjudul Tahdzib al-Ansab Wa Nihayat al-Alqab
karya Abul hasan Muhammad bin Abi Ja‘far Syaikh al-Syaraf al‗Ubaidili (w.435
H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq
oleh Muhammad kadzim al-Mahmudi, tanpa penerbit tahun 1410 H.
Dalam kitab ini Al-Ubaidili hanya
menyebutkan satu anak dari Ahmad al-Abah bin Isa yaitu Muhammad. Dalam kitab
palsu Al-Raudl al-Jaliy yang
dinisbahkan kepada Murtadla al-Zabidi disebutkan bahwa: Syaikh Syaraf
Al-Ubaidili mengatakan bahwa Ahmad bin Isa al-Naqib berhijrah dari Madinah ke
Bashrah (h. 121), kutipan tersebut kutipan palsu tidak ditemukan dalam kitab Tahdzib al-Ansab ini.
(4) Kitab
Al-Majdi
Kitab ini bernama Al-Majdi Fi Ansab al-Thalibiyyin, karya
Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Alawi al-Umari (w.490 H.). Versi
cetakan kedua kitab ini di-tahqiq oleh
Ahmad al-Mahdawi al-Damigani, diterbitkan oleh ―Maktabah Ayatullah al-‗Udzma
alMar‘asyi al-Najafi al-‗Aammah‖ di Kota Najaf tahun 1422 H.
Dalam kitab ini Al-Umari
menjelaskan tentang keturunan Isa bin Muhammad al-Naqib ia menyebutkan bahwa
keturunan dari Ahmad al-Abah bin Isa ada di Bagdad yaitu dari Al-Hasan Abu
Muhammad al-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Isa (h. 337). Sama seperti Al-Ubaidili, AlUmari hanya
menyebutkan satu anak saja dari Ahmad al-Abah.
(5) Al-Muntaqilat
al-Thalibiyyah
Kitab ini berjudul Muntaqilat
al-Thalibiyyah, karya Abu Ismail Ibrahim bin Nashir bin Thabathaba (w.>479
H.). cetakan pertama kitab ini ditahqiq oleh Muhammad Mahdi Hasan al-Khurasan,
dterbitkan oleh Mathba‘ah Al-Haidariyah tahun 1968 H.
Muntaqilah al-Thalibiyyin adalah sebuah kitab yang menerangkan
tentang daerah-daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi Thalib. Dalam kitab
ini disebutkan bahwa keturunan Abi Thalib yang ada di Ramalah adalah Ali bin
Ahmad al-Naffath (h.146). Seperti diketahui bahwa keturunan Nabi juga sekaligus
adalah keturunan Abi Talib karena Siti Fatimah putri Nabi menikah dengan Ali
bin Abi Thalib .
Kemudian kitab ini
menyebutkan pula bahwa keturunan Abi Thalib di Kota Ray adalah Muhammad bin
Ahmad al-Naffat (h.160). Jadi, kitab ini menyebutkan dua anak dari Ahmad bin
Isa: Muhammad dan Ali. Keduanya tinggal di Ray dan Ramalah. Tidak disebut
diantara keturunan Ahmad bin Isa yang tinggal di Yaman.
(6) Abna’
al-Imam Fi Mishra Wa al-Syam
Kitab ini bernama Abna‟ al-Imam Fi Mishra Wa al-Syam alHasan Wa
al-Husain. Kitab ini adalah kitab palsu yang dinisbahkan kepada Abu
al-Mu‘ammar Yahya bin Thabathaba (w. 478 H.). kitab versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh Yusuf Jamalullail Ba‘alwi;
diterbitkan oleh ―Maktabah Jull al-Ma‘rifah‖ dan ―Maktabah AlTaubat‖ tahun 2004
M.
Kitab ini palsu dan tidak bisa
dijadikan pegangan karena di karang oleh pengarang yang berasal dari keluarga
Thabathaba yang wafat tahun 199 H. Tetapi menyebut nama Abdullah atau
Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa yang wafat tahun 383 H.. Bagaimana
seseorang yang telah wafat di tahun 199 H. bisa mencatat Ubaidillah yang wafat
tahun 383 H.? untuk menjawab pertanyaan itulah kemudian kitab itu diatribusikan
kepada keluarga Thabathaba yang lain yaitu Abul Mu‘ammar Yahya yang wafat tahun
478 H. seperti yang ditulis dalam jilid kitab tersebut.
Tetapi perhatikan ibarat kitab Abna‟ al-Imam dalam mukaddimah, ia masih
mencantumkan tahun 199 H. sebagai tahun wafat pengarang kitab tersebut, lihat
tangkapan layar di bawah ini:
Keluarga Thabathaba yang wafat di
tahun 199 H. adalah Muhammad bin Ibrahim Thabathaba [Al-Kamil fi al-Tarikh 5/464] bukan Abul Mu‘ammar Yahya bin
Thabathaba, karena ia wafat tahun 478 H. Yusuf Jamalullail Ba‘alwi juga
mengakui bahwa kitab ini tidak murni tulisan Abul Mu‘ammar, tetapi isinya telah
ditambahi oleh tiga ulama di abad 12 dan 13 Hijriyah, mereka adalah: Abi
Shadaqah alHalabi (w. 1180 H.), Abul Aun Muhammad al-Safarini (w.1188 H.) dan
Muhammad bin Nashar Ibrahim Al-Maqdisi (w.1350 H.). Jadi, kitab ini adalah
kitab yang sangat problematis dan tidak konsisten. Ia tidak bisa disebut
tulisan ulama abad ke-2 atau abad ke-5 karena isinya telah ditambahi oleh para
ulama abad ke-12 dan ke-14 Hijriyah, bahkan patut diduga yang menyebut nama
Abdullah atau Ubaidillah itu adalah Yusuf Jamalullail sendiri.
(7) Al-Syajarah
al-Mubarakah
Kitab ini bernama Al-syajarah al-Mubarakah Fi Ansab
alThalibiyah, karya Imam Fakhruddin al-Razi (w.606 H.). Kitab cetakan kedua
di-tahqiq oleh Mahdi al- Raja‘I;
diterbitkan oleh ―Maktabah Ayatullah Udzma al-Mar‘asyi al-Najafi‖ tahun 1419
H.
Imam Al-Fakhrurazi
tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin Isa hanya mempunyai keturunan dari
tiga anak yaitu Muhammad di Kota Ray, Ali di Ramalah dan Husain di Naisabur.
Ahmad al-Abh tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah (h.127). Dari ketiga
anaknya itu, semuanya, menurut Imam al-fakhrurazi, tidak ada yang tinggal di
Yaman. Disebutkan pula bahwa keturunan Ahmad bin Isa sebagian berpindah dari
Kota Qum ke Kota Ray.
Ketika menyebut
keturunan Ahmad bin Isa berasal hanya dari tiga anak, Imam al-Razi menggunakan
kalimat dengan ―Jumlah Ismiyyah‖. Dalam kaidah ilmu nasab, jika seorang penulis
kitab menggunakan ―Jumlah Ismiyah‖ maka itu menunjukan makna hashr (terbatas hanya) [lihat Umdat
al-Thalib, h. 340].
Manuskrip kitab Al-Sayajarah al-Mubarakah terdapat di
Perpustakaan Masjid Sultan Ahmad al-Tsalits di Istanbul dengan nomor 2677.
Naskah ini ditulis oleh Wahid bin Syamsuddin tahun 825 H. berdasarkan naskah
asli yang ditandatangani oleh Imam Fakhruddin al-Razi yang selesai menulis
tahun 597 H. Nama kitab dan Penisbatan kitab ini jelas tercatat rapih di akhir
kitab: bahwa kitab ini bernama kitab Al-Syajarah
al-Mubarakah salinannya disahkan oleh Muhammad bin Umar bin Husain al-Razi
(pengarang kitab), kemudian Imam Al-Razi menulis bahwa ia telah membacakan
kitab ini dihadapan Ali bin Syaraf Syah bin Abil Ma‘ali dan ia memberikan
ijajah untuknya.
Di bawah ini
bentuk manuskrip tulisan tangan kitab Al-Syajarah
al-Mubarakah salinan Wahid bin Syamsuddin dan halaman terakhir versi
cetakan kedua:
(8) Kitab
al-Fakhri Fi Ansab al-Thalibiyyin
Kitab ini bernama Al-Fakhri Fi Ansab al-Thalibiyyin karya
Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain bin Ahmad
al-Marwazi alAzwarqani (w. 614). Cetakan pertama di-tahqiq oleh Mahdi al-Raja‘I; diterbitkan oleh Penerbit ―Maktabah
Ayatullah al-Udzma al-Mar‘asyi al-Najafi‖ di Kota Najaf, Iran tahun 1409 H.
Menyebutkan yang sama seperti kitab Al-Majdi,
yaitu hanya menyebutkan satu jalur keturunan Ahmad bin Isa yaitu dari jalur
Muhammad bin Ahmad bin Isa. dilihat dari redaksinya yang mirip, agaknya kitab
ini hanya mengutip dari kitab Al-Majdi.
(9) Kitab
Al-Ashili Fi Ansab al-Thalibiyyin
Kitab ini bernama Al-Ashili fi Ansab al-Thalibiyyin karya Shofiyuddin Muhammad Ibn
al-Thaqtaqi al-Hasani (w. 709 H). kitab versi cetakan pertama di-tahqiq oleh Mahdi al-raja‘I; diterbitkan
oleh penerbit ―Makatabah Ayatullah al-Udzma al-Mar‘asyi al-Najafi‖ tahun 1417.
Dalam kitab ini disebutkan satu sampel jalur keturunan Ahmad bin Isa yaitu
melalui anaknya yang bernama Muhammad bin
Isa.
(10) Kitab
Al-Tsabat al Mushan
Kitab ini bernama Al-Tsabat
al-Mushan al-Musrif Bi Dzikr
Sulalat Walad Adnan,
karya Ibnul A‘raj al-Husaini (w.787 H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh Khalil bin Ibrahim bin Khalaf
al-Dailami al-Zabidi; diterbitkan oleh ―Maktabah Ulum al-Nasab‖, BagdadLondon
tahun 1988 M.
Disebutkan dalam kitab ini bahwa
sebagian dari keturunan Ahmad al-Abah adalah Abu Muhammad Al-Hasan al-Dallal di
Bagdad yang dilihat oleh Al-Umari pengarang kitab Al-Majdi. Ia adalah putra dari Muhammad bin Ali bin Muhammad bin
Ahmad bin Isa (h.83). Jadi, kitab ini hanya menyebut satu anak dari tiga anak
Ahmad bin Isa yang disebut oleh Al-Syajarah
al-Mubarakah. Nampaknya kitab ini menjadikan Al-Majdi sebegai referensinya.
(11) Kitab
Umdat al Thalib al-Shugra
Kitab ini bernama Umdat al-Thalib al-Shugra Fi Nasab Al Abi Thalib, karya Jamaluddin
Ahmad bin Ali al-Hasani al-Dawudi yang popular dengan nama Ibnu Inabah (w.828
H.). Versi cetak kitab ini ditahqiq oleh Mahdi al-Raja‘I; diterbitkan oleh
―Maktabah Ayatullah al-Udzma al-Mar‘asyi‖, Kota Najaf tahun 1430 H. dalam kitab
ini disebut Ahmad Al-Abah bin Isa mempunyai keturunan tetapi tidak disebutkan
nama-nama keturunannya (h.135-136).
(12) Umdat
al-Thalib Fi Ansab Al-Abi Thalib
Kitab ini bernama Umdat al-Thalib Fi Ansab Al-Abi Thalib karya Jamaluddin Ahmad bin
Ali al-Hasani al-Dawudi yang popular dengan nama Ibnu Inabah (w.828 H.).
kemungkinan besar kitab sebelumnya, Umdat
al-Thalib Shugra, merupakan mukhtashar
(ringkasan) dari kitab ini. kitab ini sering disebut juga Umdat alThalib Wushtha atau Kubra.
Versi cetak kitab ini ditahqiq oleh
Muhammad Hasan Alu alThalifani, diterbitkan oleh ―Maktabah Al-Haidarah‖, Kota
Najaf; cetakan kedua tahun 1961 M. Dalam kitab ini disebutkan keturunan Ahmad
bin Isa yaitu Ahmad al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan alDallal bin Muhammad bin
Ali bin Muhmmad bin Ahmad bin Isa
(h.245).
Kemudian versi cetak tahun 1961 ini dicetak ulang oleh
―Markaz Tahqiqat al-Kombuter Ulum al-Islami‖ tanpa tahun
dengan isi yang sama dan jumlah halaman berbeda dengan tampilan sebagai
berikut:
(13) Kitab
Al-Nafhah al-Anbariyyah
Kitab ini bernama Al-Nafhah al-Anbariyah Fi Ansab Khair
albariyyah karya Muhammad Kadzim bin Abil Futuh bin Sulaiman alYamani
al-Musawi (w. 880). Versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh
Mahdi al-Raja‘I; diterbitkan oleh ―Maktabah Ayatullah
al-Udzma alMar‘asyi‖ di Kota Najaf tahun 1411 H.
Kitab inilah kitab nasab yang pertama kali menyebutkan bahwa
Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib mempunyai anak bernama
Abdullah dan bahwa ia berhijrah ke Hadramaut (h. 52-53). Sejak kematian Ahmad
bin Isa di tahun 345 Hijriyah telah berjalan 535 tahun sampai kitab ini ditulis
baru ada berita dari kitab nasab bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama
Abdullah dan bahwa ia berhijrah dari Bashrah ke Hadramaut. Kitab ini
menyebutkan bahwa Sayyid Abil Jadid (w.620 H.) adalah keturunan Abdullah
tersebut.
Kitab ini sama sekali tidak
mengaitkan keluarga Abdurrahman Assegaf sebagai bagian keluarga Abul Jadid.
Kendati demikian, kliam kitab ini bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama
Abdullah tidak mempunyai referensi dari satu pun kitab nasab sebelumnya. Dan
klaim itu tertolak oleh kitab nasab yang lebih tua yaitu Al-Syajarah alMubarakah (597 H.) yang menyatakan bahwa keturunan
Ahmad bin Isa hanya dari tiga anak laki-lakinya yaitu: Muhammad, Ali dan
Husain. Kutipan dari kitab Al-Nafhah
tersebut seperti di bawah ini:
Nampaknya kitab Al-Nafhah ini mengambil referensi dari kitab
sejarah di abad ke-8 yaitu kitab Al-Suluk
Fi Thabaqat al-Ulama Wa al-Muluk karya Al-Janadi (732 H.). di mana dalam
kitab itu disebut sejarah hidup seseorang yang bernama Syarif Abul Jadid yang
mempunyai silsilah dari Abdullah bin Ahmad bin Isa (Juz 2 h. 135)..
Perlu juga diperhatikan pendapat-para
ulama tentang penulis kitab AlNafhah al-Anbariyah ini: Pakar nasab Dr.
Abdurrahman bin Majid al-Qaraja mengatakan: وأما
صاحب النفحة العبرية فللمرعشي النجفي رسالة فيو موجودة في مقدمة كتاب النفحة اعتمد فيها على ما ورد في
كتاب النفحة
فبالتالي ليست حجة قوية وأن كان ينتفع بها،
والغالب إنو يؤخذ من أىل اليمن حالو وقد تْثت على قدر استطاعتي فلم أجد لو شيئا
وقد تكون ىذه مادة لكم وللاخوة في اليمن للبحث.
Terjemah:
―Adapun penulis kitab Al-Nafhah al-Anbariyah maka AlMar‘asyi
al-najafi mempunyai Risalah tentangnya. Ia terdapat di mukaddimah kitab
Al-Nafhah. Aku bersandar darinya tentang apa isi kitab Al-Nafhah. Selanjutnya
kitab Al-nafhah bukanlah hujjah yang kuat walaupun masih bisa diambil manfaat.
Kebanyakan isinya diambil dari ahli Yaman. dan aku telah meneliti sekemampuanku
maka aku tidak menemukan sesuatupun tentangnya. Ini adalah bahan bagi kalian
dan saudara-saudara di Yaman untuk meneliti.‖[1]
والظاىر أن ات١ؤلف ما كان يراجع كتب الأنساب ،
بل كان يكتب عما في خاطره وذىنو من ات١علومات، وما كان يراجع
ات١صادر ات١عتبرة
Terjemah:
―Nampaknya, pengarang kitab ini
(Al-Nafhah al-Anbariyah) tidak merujuk kitab-kitab nasab, ia hanya menulis
informasiinformasi yang ada dalam benaknya dan hatinya. Ia tidak merujuk
sumber-sumber yang muktabar.‖[2]
Abu Muawiyah al-Bairuti mengatakan:
أشهد أن صاحب «النفحة» ليس من «رجال ىذه
المحافل، ولا من فرسان ىذه اتٞحافل، أما علم أن ات٠ارج عن لغتو تٟان، وأن
الداخل في غتَ فَ نو يفضحو الامتحان»
Terjemah:
―Saya bersaksi bahwa penulis ―Al-Nafhah‖ bukanlah
salah satu dari tokoh-tokoh di forum ini (ilmu nasab), atau dari para ksatria
golongan ini (Ahli nasab). Telah diketahui bahwa orang yang berujar di luar
bahasanya adalah sumbang, dan orang yang di luar kredensinya akan dipermalukan
oleh ujian.‖[3]
Menurut para ahli
nasab, kitab sejarah jika bertentangan dengan kitab nasab, maka yang harus
dijadikan patokan adalah kitab nasab. Dr. Abdurrahman bin Majid al-Qaraja dalam
kitabnya Al-Kafi al- Muntakhob
mengatakan: ولا
يقدم تْال على ما يثبتو النسابة خصوصا ان كانوا اقرب زمانً او مكانً
―(Sejarawan) tidak boleh didahulukan dari penetapan
ahli nasab khususnya jika ahli nasab itu lebih dekat masanya atau tempatnya‖ (Al-Kafi al- Muntakhab, h. 71).
Dalam kitab Al-„Ibar karya Ibnu Khaldun dikatakan:
وكثتَا ما
وقع للمؤرّختُ وات١فسّرين وأئمّة النقل من ات١غالط في اتٟكايَت والوقائع
لاعتمادىم فيها على ت٣رد النقل غثا أو تٝينا ولم يعرضوىا على أصوت٢ا ولا قاسوىا
بأشباىها ولا سبروىا تٔعيار اتٟكمة والوقوف على طبائع الكائنات وتٖكيم النظر
والبصتَة في الأخبار فضلوا عن اتٟق وتًىوا في بيداء الوىم والغلط
―Dan banyak para sejarawan, ahli tafsir dan para
imam-imam perawi terjadi kesalahan dalam hikayat-hikayat dan kejadiankejadian
karena mereka berpatokan dengan hanya mengutip tidak peduli yang rusak atau
yang baik. Mereka tidak memverifikasinya kepada sumbernya dan tidak mengukurnya
dengan serupanya dan tidak menelitinya dengan standar ilmu dan berdiri terhadap
kebiasaan alam semesta dan menguatkan pemikiran dan bashirah dalam berita-berita maka mereka tersesat dari kebenaran
dan bingung dalam lapangan dugaan dan kesalahan‖ (Al-Ibar, Al-Maktabah al Syamilah juz 1 h. 13).
Oleh karena itu Abul Jadid
tertolak bernasab kepada Ahmad bin Isa karena ia tersambung melalui Abdullah
yang namanya tidak dicatat sebagai anak Ahmad bin Isa dalam kitab Al-Syajarah AlMubarakah dan kitab-kitab
nasab lainnya. Dimana dengan tegas AlSyajarah
al-Mubarakah menyatakan bahwa keturunan Ahmad bin Isa hanya dari tiga anak:
Muhammad, Ali dan Husain.
(14) Kitab
Shihah al-Akhbar
Kitab ini bernama Shihah al-Akhbar Fi Nasab al-Sadat alFathimiyah al-Akhyar karya
Abdullah Muhammad Sirajuddin bin
Abdullah al-Rifa‘I al-Makhzumi al-Washithi (w.885
H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq
oleh Arif Ahmad Abdul Ghani; diterbitkan oleh ―Daar al-Arab‖ dan ―Daar Noor
Hauran‖ Kota Damaskus tahun 2014 M.
Dalam kitab ini disebutkan bahwa
Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Abul Qasim al-Abah al-Naffath dan Muhammad
Abil Hasan. Menurut kitab ini, Abul Qasim al-Abah al-Naffath mempunyai
keturunan di Bagdad. Selain di Bagdad ia juga, menurut informasi lemah („ala ma yuqaalu: berdasar yang dikatakan
orang), mempunyai keturunan di Yaman (h.122).
Kitab ini memasukan nama baru
untuk anak Ahmad bin Isa, yaitu Abul Qasim al-Abah. Agaknya penulis kitab ini
mendapat informasi yang salah tentang nama Abul Qasim Al-Abah al-Naffath, di
mana nama itu adalah tiga gelar milik Ahmad bin Isa bukan nama anaknya sesuai
kitab Al-Majdi (h.337). kemungkinan
besar ia membaca manuskrip kitab Al-Majdi
yang sudah terdistorsi karena usia kertas atau kesalahan penyalin. Perhatikan
kemiripan kitab ini dengan ibarat kitab Al-Majdi
berikut ini:
وأتٛد ابو القاسم الابح ات١عروف بالنفاط لانو
كان يتجر النفط لو بقية ببغداد من اتٟسن ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيتو
مات بأخره ببغداد بن محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى بن محمد بن العريضي.
Kita juga akan lihat, kitab palsu
Al-Raudl al-Jaliy ibaratnya mirip
dengan kitab Shihah ini. kemungkinan
besar kitab palsu AlRaudl al-Jaliy
mengkloning ibarat lalu memasukan nama Abdullah dan Ubaidillah.
(15) Bahr
al-Ansab atau Al-Musyajjar al-Kasyaf
Kitab ini bernama Bahr al-Ansab atau disebut juga Musyajjar al-Kasyaf, karya Muhammad bin
Ahmad bin Amididin al-Najafi
(w.<900 H.). salah satu versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh Anas alKutbi al-Hasani;
diterbitkan oleh ―Al-Khazanah al-Kutbiyyah alHasaniyyah al-Khashah‖ tahun 1419
H. di Kota Madinah.
Di dalam kitab ini, nama-nama
anak Ahmad bin Isa ada lima yaitu: Muhammad, Ali, Al-Hasan/Al-Husain (tidak
jelas) Uraid, Ahmad dan Al-Ridlo.
Kitab ini mengkonfirmasi
kitab-kitab yang sebelumnya yaitu AlSyajarah
al-Mubarakah yang menyebut nama-nama anak yang berketurunan ada tiga orang
yaitu: Muhammad, Ali dan Husain. Sedangkan dua nama lainnya yaitu Ahmad dan
Al-Ridlo tidak dicatat oleh Al-Syajarah
al-Mubarakah karena tidak berketurunan. Muhammad dan Ali ditulis
keturunannya oleh kitab Muntaqilat
alThalibiyah, tetapi untuk Husain tidak dicatat karena “ikhtilath” (tercampur riwayat dengan keluarga Husain bin Ahmad
al-Sya‘rani (Al-Syajarah al-Mubarakah
h. 127). Dalam kitab Bahr al-Ansab ini pun, walau ditulis anaknya lima tetapi
yang ditulis berketurunan ada dua yaitu Muhammad dan Ali.
Yang menarik, dalam kitab ini pun
ada tambahan keterangan bahwa dalam sebuah salinan kitab Bahr al-Ansab yang disalin oleh
Murtadla al-Zabidi ditambahkan satu anak untuk Ahmad
bin Isa yaitu Ubaidillah. Manuskrip salinan Murtadla al-Zabidi tersebut
terdapat di
―Daar al-Kutub al-Mishriyyah‖. Jadi, nama Ubadillah
walaupun ada dalam kitab Bahr al-Ansab ini, tetapi itu hanya susupan yang
dimasukan oleh Murtadla al-Zabidi pada salinan kitab yang ditulis awal abad 13
H.
Perhatikan musyajjar kitab Bahr al-Ansab
ini:
Untuk lebih menguatkan bahwa nama
Ubaidillah yang terdapat dalam kitab Bahr
al-Ansab adalah susupan abad ke-13 awal, berikut ini manuskrip tahun 1214
H. yang membedakan antara warna tulisan pengarang dan warna tulisan susupan.
Untuk tulisan asli pengarang Bahr
al-Ansab ditulis dengan tinta hitam, sedangkan tulisan susupan ditulis
dengan tinta merah. Nama Ubaidillah yang terdapat dalam mansukrip ini dicatat
dengan tinta merah sebagai tanda bahwa nama Ubaidillah itu hanya tulisan
susupan dan penyalinnya tidak menetapkan kesahihannya (lihat Tuhfat al-Azhar h.34), dan diberikan
keterangan dibawahnya ―Min khathi Muhammad
Murtadla” (dari tulisan Muhammad Murtadla (al-Zabidi). Perhatikan manuskrip
di bawah ini:
(16) Kitab
Tuhfat al-Thalib
Kitab ini bernama Tuhfat al-Thalib Bima‟rifati Man Yantasibu Ila Abdillah Wa Abi Thalib
karya Muhammad bin Husain bin Abdullah al-Husaini al-Samarqandi al-Madani
(w.996 H.). Kitab versi cetak ditahqiq oleh Anis al-Kutbi al-Hasani;
diterbitkan oleh ―AlKhazanah al-Kutubiyyah al-Hasaniyyah al-Khashah‖ tahun 1418
H. di Kota Madinah.
Manuskrip kitab ini ditulis tahun
1895 M/1316 H. atau 129 tahun yang lalu oleh Muhammad Sa‘id bin Muhammad bin
Sulaiman tanpa menyebutkan dari sumber mana ia menyalin kitab yang
diatribusikan kepada ulama abad 10 H. itu. Kemungkinan besar ia menyalin dari
tulisan orang Tarim Yaman. Manuskrip Tuhfat
al-
Thalib
ditemukan di Tarim tepatnya di ―Maktabah Al-Husaini‖ dengan 77 halaman. Menurut
Muhaqqiq kitab ini, penulis kitab ini
mengambil referensi dari dua kitab yaitu dari kitab Umdat al-Thalib dan Bahrul
Ansab karya Ibnu Amididdin al-Najafi. Yang menarik,
Muhaqqiq
menyatakan selain dari dua kitab ini, penulisnya berpegangan pada “Ta‟liqat Lathifah Gaer Muhaqqaqah”
(ta‘liqta‘liq kecil yang tidak bisa diverifikasi) [h.8].
Penulis kitab ini memasukan keluarga
Abdurrahman Assegaf (Ba‘alwi) sebagai keturunan Ahmad bin Isa berdasarkan
sebuah ta‟liq yang ia temukan. Inilah
kitab nasab pertama yang memasukan namanama keluarga Abdurrahman Assegaf
sebagai keturunan Ahmad bin
Isa. Ia mengaku memasukan keluarga Ba‘alwi sebagai
keturunan Ahmad bin Isa hanya dari sebuah ta‟liq
yang ia temukan.
Yang demikian itu menjelaskan
betapa lemahnya nasab Ba‘alwi untuk pertama kali masuk ke dalam kitab nasab,
yaitu hanya berdasarkan catatan kecil bukan berasal dari kitab nasab
sebelumnya. Untuk kemudian kitab-kitab nasab masa selanjutnya mengutip dari
kitab Tuhfah ini tanpa memberi
catatan kelemahan itu. Dari situ mulailah mashur (Syuhrah wa al-Istifadlah) marga Ba Alawi sebagai keturunan Ahmad
bin Isa walau dimulai dari penyambungan yang sangat lemah. Kelemahan itu dapat
ditinjau dari dua sisi: pertama kelemahan atribusi kepada Al-Samarqandi (w.996
H.). walau diatribusikan kepada non Ba‘alwi tetapi sumber mansukrip ini berasal
dari Tarim; yang kedua kelemahan ia ditulis tanpa referensi kitab nasab
sebelumnya. Imam Nawawi dalam kitab Raudlat al-Thalibin mengatakan:
الِاسْتفَاضَةَ وَالشُّهْرةَ ب تَُْ العَامَّةِ
لَا وُثوقَ بِها، فَ قَدْ يكُونُ أصْلُهَا التَّ لْبيسَ، وَأمَّا التَّ وات رُ
فلَا يفِيدُ العلْمَ إذا لَمْ يسْتندْ إلَى مَعْلوم تَ٤ْسُو سٍ
―Al-Istifadlah dan Al-Syuhrah (popular) di kalangan awam
tidak dapat dipercaya karena terkadang sumbernya adalah ‗talbis‘ (Menutupi dan
memutarbalikkan kebenaran). Adapaun Tawatur
maka ia tidak bisa melahirkan keyakinan jika tidak bersandar kepada sumber yang
diyakini yang dapat diindera‖ [Raudlat al-Thalibin, Al-Maktabah al-Syamilah,
juz 11 h. 103].
Perhatikan ibarat kitab Tuhfat al-Thalib di bawah ini:
Kitab Tuhfat al-Thalib adalah kitab nasab pertama yang menyebut nama-nama
keluarga Ba‘alwi sebagai keturunan Ahmad bin Isa setelah 651 tahun dari mulai
wafatnya Ahmad bin Isa. penyebutan ini tanpa referensi sedikitpun, ia di ambil
oleh Al-Samarqandi dari sebuah ta‘liq (catatan kecil) kemudian ia msukan ke
dalam kitab ini. tidak bisa juga dikatakan bahwa kitab ini mengambil dari referensi
kitab Al-nafhah al-Anbariyah, karena yang disebutkan oleh kitab AlNafhah adalah
rangkaian keluarga Jadid yang juga menyusup kepada keluarga Ahmad bin Isa.
satu-satunya kitab nasab yang mencantumkan Jadid keturunan Ahmad bin Isa hanya
kitab Al-Nafhah tanpa referensi dari kitab nasab.
Yang paling menarik adalah, kedua
nasab ini mereka samasama mencangkok tetapi tidak saling koordinasi. Kitab Al-Nafhah ketika mencangkokan Jadid, ia
hanya menceritakan Jadid bin Abdullah "bin" Ahmad bin Isa; sementara
kitab Tuhfat al-Thalib hanya
menceritakan keluarga Alwi bin Abdullah "bin" Ahmad bin Isa. padahal
kedua keluarga ini sama sama mencangkokan diri kepada Ahmad bin Isa dari
―putra‖ nya yang bernama Abdullah. Seharusnya mereka berdua saling menguatkan
bahwa Jadid punya kakak Alwi atau sebaliknya. Tetapi yang demikian itu tidak
dilakukan. Hal itu adalah sebuah ciri signifikan bahwa kedua nasab itu hanya
mencangkok dari nasab Ahmad bin Isa. koordinasi sejarah itu akan berlangsung
pada waktu-waktu selanjutnya dalam kitab-kitab sejarah dan nasab karya ulama
Ba‘alwi dan circle-nya di masa belakangan.
(17) Kitab
Tuhfat al-Azhar
Kitab ini bernama Tuhfat
al-Azhar wa Zilal al-Anhar Fi Nasab
Abna‟I
al-A‟immati al-Athhar, karya Dlamin bin Syadqam Al-Husaini al-Madani (w.
<1090 H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq
oleh Kamil
Salman al-Jamburi; diterbitkan oleh ―Markaz Nasyr Turats
alMakhtut‖ Teheran Iran tahun 1420 H. kitab ini terdiri dari jilid satu dan
jilid dua; jilid dua terdiri dari: jilid dua bagian satu dan jilid dua bagian
dua.
Dalam jilid dua bagian dua,
terdapat nama Alwi bin Abdullah di sebutkan sebagai keturunan Ahmad bin Isa.
kitab ini adalah kitab nasab yang kedua yang memuat nama Alwi sebagai keturunan
Ahmad bin Isa setelah kitab Tuhfat
al-Thalib (996 H.). Jadi, setelah 94 tahun, ada pengarang kitab yang
memasukan nama Alwi sebagai keturunan Ahmad bin Isa. Agaknya ia menjadikan
kitab Tuhfat al-Thalib sebagai
referensi.
Ia tidak tahu bahwa kitab Tuhfat al-Thalib ketika memasukan nama Alwi itu tidak berdasar
refernsi sebelumnya. Dalam kitab ini juga terbongkar penyusup ketiga kepada
keluarga Ahmad bin Isa. Penyusup itu adalah keluarga Ismail yang mencangkok
sebagai anak Abdullah. Perhatikan kitab Tuhfat
al-Azhar di bawah ini:
Dalam kitab Tuhfat al-Azhar ini dikatakan bahwa Abdullah mempunyai anak tiga:
Abdullah, Muhammad dan Ali. Yang aneh adalah dikatakan bahwa Abdullah mempunyai
anak Alwi dan Ismail.
Dalam catatan Ba‘alwi Abdullah mempunyai
anak tiga: Alwi, Bashri dan Jadid, tidak ada nama Ismail. Dan tidak bisa
dikatakan bahwa Ismail ini adalah nama lain dari Bashri, seperti dikatakan
bukubuku Ba‘alwi modern, karena nama keturunan Bashri yang dicatat dalam
literature Ba‘alwi awal seperti Al-Burqat
dan Al-Gurar, hanya Salim bin Bashri,
sementara dalam kitab Tuhfat al-Azhar
ini banyak ditulis keturunan Ismail dan tidak ada yang bernama Salim.
Dalam kitab Tuhfat al-Azhar ini dikatakan Ismail mempunyai anak tiga: Tahir,
Ahmad al-Murahhaj dan Hasan al-Barak. Tahir mempunyai anak Barkat, Barkat mempunyai
anak Husain, Husain mempunyai anak Musa, Musa mempunyai anak Husain. Tidak ada
nama Salim disebutkan.
Ini menunjukan bahwa Ismail yang
disebut kitab Tuhfat alAzhar ini
bukanlah Bashri. Ia adalah pecangkok lain kepada keluarga
Ahmad bin Isa melalui Abdullah. Perhatikan kitab Gurar al-Baha al-
Dlaui karya
Khirid Ba‘alwi (w.960 H.) di bawah ini yang menyebut bahwa keturunan Bashri
hanya bernama Salim:
Jelas sekali tidak ada nama Ismail
disebut kitab Al-Gurar sebagai alias
dari Bashri. Dan disebutkan bahwa keturunan Bashri yang dikenal hanya Salim,
sedangkan nama Salim ini tidak disebut kitab Tuhfat al-Azhar. Demikian pula kitab Ba‘alwi yang lain yaitu Al-Burqat al-Musyiqah (890 H.) tidak
memberikan alias bagi Bashri sebagai Ismail (h. 135).
Nama Jadid sama sekali tidak disebut
dalam kitab Tuhfat alAzhar ini
sebagai anak Abdullah. Hal itu menunjukan bahwa pengarang kitab ini sama sekali
tidak membaca kitab Al-Nafhah alAnbariyah
(880 H.) dan kitab Al-Suluk (732 H.),
di mana keluarga Abdurrahman Assegaf pertama kali mencantolkan diri kepada
Ahmad bin Isa karena melihat nasab Jadid di kitab Al-Suluk yang dicatat melalui Jadid bin Abdullah ―bin‖ Ahmad bin
Isa. Begitu pula kitab Alnafhah
al-Anbariyah mencatat nama Jadid sebagai anak Abdullah
―bin‖ Ahmad bin Isa itu kemungkinan besar karena melihat
kitab AlSuluk tersebut.
Kesimpulan dari semua itu adalah
kitab Tuhfat al-Azhar ini makin
membongkar betapa tidak konsistennya sebuah nasab cangkokan seperti nasab
Ba‘alwi yang sengaja dipabrikasi. Lihat perbedaannya dengan nama Muhammad dan
Ali bin Ahmad bin Isa yang tetap konsisten disebut sejak abad ke-5 sampai kitab
Tuhfat al-Azhar ini.
(18) Kitab
Al-Raudl al Jaliy
Kitab ini kitab palsu bernama Al-Raudl al-Jaliy Fi Nasab Bani „Alwi
dinisbahkan kepada Imam Muhammad Murtadla al-Zabidi
(w.1205 H.). kitab ini ada dua versi cetak: pertama
ditahqiq oleh Arif Ahmad Abdul Ghani yang kedua oleh DR. Muhammad Abubakar
Abdullah Badzib. Versi cetak yang ditahqiq oleh Arif Ahmad Abdul Ghani berjudul
Al-Raudl al-Jaliy Fi Ansab Ali Ba‟alwi;
diterbitkan oleh Penerbit ―Daar Sa‘d al-Din‖ dan Penerbit ―Daar Kinan‖ tahun
2010. Sedangkan yang di-tahqiq oleh
Badzib berjudul Al Raudl alJaliy Fi Nasab
Bani Alwi, diterbitkan oleh ―Daar al-Fath‖ tahun 2022.
Kitab ini disebut palsu karena,
Badzib, pen-tahqiq kitab Al raudul Jaliy dari Hadramaut,
mengatakan bahwa kemunculan kitab Al
Raudul Jaliy ini mencurigakan. Manuskrip kitab tersebut muncul berdasar
kronologi riwayat yang berakhir kepada sosok yang terbukti telah memalsukan
sebuah kitab. Sosok yang dimaksud adalah seseorang yang bernama Hasan Muhammad
Qasim (w. 1394 H.) yang berasal dari Mesir yang baru wafat 50 tahun yang lalu.
Menurut Badzib, Hasan Muhammad Qasim adalah tokoh pertama yang memunculkan
kitab Al Raud al Jaliy. Sebelumnya
tidak ada berita bahwa Syekh Murtada al Zabidi mempunyai sebuah kitab bernama
Al Raud al Jaliy (lihat Mukaddimah Kitab Al
Raudul Jaliy cetakan Darul Fatah h. 47).
Kronologi munculnya manuskrip
kitab Al-Raudl al-Jaliy tersebut,
menurut Badzib dalam mukaddimah cetakan kitab tersebut, berdasarkan pengakuan
Alwi bin Tahir al-Haddad (w.1962 M) yang memegang naskah itu: Hasan Muhammad
Qasim berteman dengan para Ba‘alwi yang tinggal di Mesir. Salah satu Ba‘alwi
bernama Ali bin Muhammad bin Yahya. Ali bin Yahya ini adalah murid dari Alwi
bin Tahir. Menurut Alwi bin Tahir, Ali bin Yahya tersebut kemudian mengirimkan
kepadanya sebuah salinan kitab Al-Raudul
Jaliy tulisan
Hasan Muhammad Qasim bertanggal 25 Sya‘ban 1352 H.,
menurutnya lagi, naskah itu disalin dari salinan tahun 1196 H. tulisan Abdul
Mu‘ti al Wafa‘i. katanya lagi, Abdul Mu‘ti ini manyalin dari tulisan asli Syekh
Murtada al Zabidi. Katanya lagi, manuskrip karya Abdul Mu‘ti itu tersimpan di
―Maktabah Sadat Al Wafaiyyah‖ di Mesir (lihat Al- Raudl al- Jali h. 7).
Pertanyaannya: Benarkah salinan
asli tulisan Abdul Mu‘ti itu ada di ―Maktabah Sadat Al Wafaiyyah‖? Tidak ada.
silahkan di cek di perpustakaan ―Al- Wafaiyyah‖. Tidak ada manuskrip kitab Al-Raudl al-Jaliy salinan abdul Mu‘ti.
Kitab Itu Jelas Palsu. Manuskripnya Palsu. Kitab Al-Raudlal-Jaliyi bukan tulisan Syekh Murtada Al Zabidi. Manuskrip
yang beredar sekarang berasal dari dua penyalin: pertama salinan Hasan Muhammad
Qasim tahun 1352 H; kedua salinan Tahir bin Alwi bin Tahir yang menyalin dari
Hasan Muhammad Qasim tersebut.
Lalu siapa Hasan Muhammad Qasim?
Ia adalah sosok yang telah terbukti menulis kitab “Akhbar al Zainabat” lalu disebut sebagai karya Al Ubadili al
‗Aqiqi (w. 277 H.) (lihat Al Raudl
al-Jaliy h. 48). Artinya ia menulis naskah palsu di zaman sekarang lalu
naskah itu diasosiasikan sebagai karangan ulama abad ke-3 H. Ba‘dzib
mencurigai, bahwa munculnya kitab Al-Raudl
al- Jaliy itu pun sama kejadiannya seperti kitab palsu “Akhbar al Zainabat” (lihat Al-Raudl
al-Jaliy cetakan Darul Fatah h. 48).
Hasan tinggal di Mesir berteman dengan
para Ba‘alwi yang tinggal di sana seperti Abdullah bin Ahmad bin Yahya (w. 1414
H.) dan Ali bin Muhammad bin Yahya (w. 1409 H.) (lihat kitab Al Raudl al-Jali h. 8). Jadi jelas,
bahwa Hasan ini mempunyai benang merah ketika menulis kitab Al-Raudl al- Jaliy itu, yaitu adanya
interaksi antara dia dengan para Ba‘alwi di Mesir. Menurut penulis sangat patut
diduga bahwa kitab itu ditulis oleh Hasan Muhammad Qasim berdasarkan pesanan.
Lalu kenapa Ba‘dzib tetap mencetak dan
menerbitkan kitab itu, walaupun ia tahu bahwa kitab itu kemungkinan besar
adalah palsu? Badzib beralasan bahwa manuskrip kitab Al-Raudl al-Jaliy dalam bentuk microfilm
telah beredar di masyarakat, bahkan telah ada yang mencetak pula tanpa ada
penjelasan kesalahan-kesalahan dan perkaraperkara yang tidak layak dinisbahkan
kepada Syekh Murtada al Zabidi (Al-Raudl
al-Jaliy h. 49). Dengan dicetak ulangnya kitab Al Raud alJaliy dengan disertai penjelasan kronologi kemunculan
manuskrip itu,
Badzib mengharapkan masyarakat menyadari bahwa kitab Al-Raud alJaliy ini penisbatannya kepada
Syekh Murtada al Zabidi adalah
“gairu maqtu”
(tidak dapat diputuskan final) ia bersifat “muhtamilah”
(kemungkinan) saja (Al-Raud al-Jali
h. 49).
Penulis memahami kenapa Ba‘dzib
berbasa-basi bahwa masih ada kemungkinan kitab itu dinisbahkan kepada Syekh
Murtada al Zabidi beserta banyaknya “qarinah”
(tanda-tanda kuat) yang menyimpulkan bahwa kitab itu bukan tulisan Syekh
Murtada al Zabidi, mengingat kedekatan Badzib dengan para tokoh-tokoh Ba‘alwi.
Bagi penulis, kitab itu jelas palsu dan bukan karya Murtada al Zabidi, ia
adalah tulisan Hasan bin Muhamad Qasim sendiri. Seperti dulu ia mengarang kitab “Akhbar al-Zainabat” lalu dikatakan
kitab itu karya Al Ubaidili al Aqiqi, kitab Al-Raud
al-Jali ini pun sama, ia mengarangnya lalu dikatakan ia karya Syekh Murtada
al Zabidi.
Untuk membuktikan kesimpulan
penulis itu benar atau salah sangat mudah: datangkan mansukrip yang katanya
ditulis oleh Abdul
Mu‘ti tahun 1196 H. yang dikatakan oleh Hasan
Muhammad Qasim terdapat di Maktabah ―Al Wafaiyyah‖ dan bahwa ia menyalinnya
dari salinan itu. Penulis yakin seyakin yakinnya bahwa salinan itu tidak pernah
ada.
KESIMPULAN
Dari 18 buah kitab nasab yang
berjejer dari abad ke 3-13 Hijriyah awal, hanya kitab Tuhfat al-Thalib (996 H.) dan kitab Tuhfat al-Azhar (1090 H.) yang menyebut nasab keluarga Ba‘alwi
tersambung kepada Ahmad bin Isa. Itupun bukan berdasar referensi yang valid
tetapi hanya berdasar catatan “Ta‟liq
Majhul” (cataan yang tidak jelas di ambil dari mana). Sedangkan kitab Abna al-Imam dan kitab Al-Raudl al-jaliy kita abaikan karena
keduanya terindikasi kuat sebagai kitab palsu.
Jadi, nasab Ba‘alwi baru tercatat
dalam kitab nasab setelah 651 tahun sejak wafatnya Ahmad bin Isa. Nanti kita
akan mengetahui bahwa kitab pertama dari selain kitab nasab yang menyebut nama
Alwi bin Ubaid/Ubaidillah/Abdullah sebagai keturunan Ahmad bin
Isa atau keturunan Rasullulah adalah kitab tasawuf
yang dikarang oleh
Ba‘alwi sendiri yaitu kitab Al-Burqat al-Musyiqat tahun 895 H. jadi, mereka sekarang dikenal
sebagai keturunan Nabi bukan berasal dari kesaksian para ahli nasab, tetapi
dimulai dari pengakuan mereka sendiri, kemudian ada pengarang kitab nasab yang
sembrono, yaitu penulis kitab Tuhfat
al-Thalib, yang memasukan ke dalam kitabnya. Walaupun ketika ia memasukan
itu diberikan keterangan bahwa nasab Ba‘alwi ini bukan diambil dari kitab nasab
tetapi hanya dari sebuah catatan ta‘liq.
Dari sini benarlah ucapan Imam Nawawi
dalam kitab Raudat alThalibin bahwa Syuhrah wa al-Istifadlah yang terjadi
diantara orang awam tidak dapat dipercaya karena sering terjadi bahwa permulaan
dari istifadlah itu adalah penipuan.
Berita mutawatir pun tidak berfaidah
terhadap ilmu jika tidak bersandar kepada sumber pengetahuan yang dapat
diindera.
الِاسْتفَاضَةَ وَالشُّهْرةَ ب تَُْ العَامَّةِ
لَا وُثوقَ بِها، فَ قَدْ يكُونُ أصْلهَا التَّ لْبيسَ، وَأمَّا التَّ وات رُ فلَا
يفِيدُ العلْمَ إذا لَمْ يسْتنِدْ إلَى مَعْلوم تَ٤ْسُوسٍ
―Al-Istifadlah dan Al-Syuhrah (popular) di kalangan awam
tidak dapat dipercaya karena terkadang sumbernya adalah ‗talbis‘ (Menutupi dan
memutarbalikkan kebenaran). Adapaun
Tawatur maka ia
tidak bisa melahirkan keyakinan jika tidak bersandar kepada sumber yang
diyakini yang dapat diindera‖ [Raudlat al-Thalibin, Al-Maktabah al-Syamilah,
juz 11 h. 103].
Wassalam
[1] Abdurrahman al-Qaraja…h.
128
[2] Mahdi al-Raja‟I, Fotnoot
kitab Al-Nafhah al-Anbariyah h. 124
[3] Abu Muawiyah al-Bairuti,
Naqd Kitab al-Nafhah al-Anbariyah dalam Arsip Multaqa Ahl Hadits-3,
150/419

Posting Komentar untuk "BAGIAN KEENAM: LITERATUR-LITERATUR KITAB NASAB ABAD KE3-13 HIJRIYAH BUKTI BATALNYA NASAB BA’ALWI"
Terima kasih kunjungannya, silahkan beri komentar ...